Waktu Terkabulkan Doa (Waktu Mustajabah) di Hari Jum'at

Hari Jum'at, sebuah hari yang begitu istimewa dalam pandangan agama Islam. Hari ini memiliki banyak keutamaan dan berkah yang termuat di dalamnya. Dan di antara keenam hari lainnya dalam satu minggu, hari Jum’atlah yang paling banyak memiliki keutamaan dan keistimewaan. Bahkan, sebagian keutamaan itu tidaklah ditemukan kecuali di dalam hari Jum’at.
Kebanyakan masyarakat muslim di Indonesia kurang begitu tahu seberapa mulia hari Jum’at. Padahal, para ulama’ dan kyai Indonesia terdahulu sudah memberika banyak kode istimewa dalam hari Jum’at. Kode tersebut sudah melekat menjadi sebuah budaya yang kita sendiri kurang menyadarinya:
- Libur madrasah dan mengaji ada di hari Jum’at
- Adat religi nan islami banyak dilakukan di malam Jum’at seperti tahlilan, rutinan istighasah, rutinan membaca Maulid Diba’ atau Maulid Barjanzi, dan lainnya.
- Sebagian masyarakat Jawa menyukai ziarah kubur dilakukan di hari Jum’at, dan lain sebagainya.
Sebenarnya, itu ada kode-kode tersirat yang disampaikan oleh para ulama’ dan kyai terdahulu. Sayangnya, kita sebagai generasi milineal saat ini, hanya menganggap demikian itu merupakan corak budaya dan adat Jawa. Ini merupakan adanya kemuliaan dan keutamaan tersendiri di hari Jum’at. Silahkan cek di dalam Kitab Nurul Lum’ah yang ditulis oleh Imam As-Suyuthi. Ada banyak sekali keutamaan hari Jum’at yang diulas di dalam kitab tersebut.
Hari Jum’at Memiliki Waktu Mustajabah
Sebagai bukti salah satu keutamaannya, ada waktu mustajabah di dalam hari Jum’at. Waktu mustajabah adalah waktu di mana ketika seorang hamba muslim berdoa bertepatan dengan waktu itu, doanya akan dikabulkan Allah SWT. Dan waktu musjabah tersebut hanya ada di dalam hari Jum’at. Kanjeng Nabi Muhammad SAW bersabda dalam salah satu riwayat shahihnya:
فِيْهِ سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّى يَسْأَلُ اللّٰهَ شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ، وَأَشَارَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا
“Di dalam hari Jum’at adalah waktu yang mana tidaklah seorang hamba mukmin mendapatinya sedangkan ia dalam keadaan berdiri mengerjakan sholat, ia memohon sesuatu kepada Allah, kecuali Allah akan memberikan itu padanya – Nabi Muhammad SAW memberi isyarat dengan tangannya, beliau menunjukkan waktu itu sangat sebentar” (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Dalam riwayat Sahabat Abu Hurairah lainnya, Rasulullah SAW bersabda:
أَنَّ فِى الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللّٰهَ فِيْهَا خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ، قَالَ هِيَ سَاعَةٌ خَفِيْفَةٌ
“Sesungguhnya di hari Jum’at ada waktu yang mana tidaklah seorang muslim mendapatinya sedangkan ia memohon kebaikan kepada Allah di dalamnya, kecuali Allah memberikan itu padanya. Rasulullah SAW bersabda: Waktu itu adalah waktu yang sebentar” (HR. Imam Muslim).
Kapan Waktu Terkabulkannya Doa di Hari Jum’at?
Pertanyaan ini wajar bagi setiap muslim yang pernah mendengar adanya waktu mustajabah. Dalam realitanya, tidak ada yang tahu persis kapan waktu itu kecuali hanya Allah SWT. Sedangkan dari golongan para sahabat, para tabi’in, para imam, dan para ulama’ salaf sampai ulama’ sekarang, tidak dapat menyimpulkan secara mutlaq kapan waktu itu.
Para ulama’ hanya cenderung memperkirakan kapan itu berdasarkan riwayat-riwayat hadits. Pasalnya, ada banyak perbedaan riwayat yang menyebutkan waktu mustajabah itu. Dengan demikian, para ulama’ juga berbeda pendapat dalam memperkirakan kapan waktu terkabulkannya doa di hari Jum’at.
Di antara perbedaan pendapat itu antara lain, waktunya disamarkan, waktunya tidak menentu, ketika adzan sholat subuh, ketika matahari terbit, ketika matahari tergelicir dari arah tengah, ketika khatib naik ke atas mimbar sampai sholat jum’at selesai, ketika matahari tenggelam, dan pendapat-pendapat lain.
Perbedaan pendapat dalam memperkiraan kapan waktu mustajabah tidaklah diucapkan berdasarkan nafsunya, itu didasarkan dari riwayat-riwayat yang ada. Hanya saja, dari sekian banyak riwayat yang menyebutkan waktu terkabulkannya doa di hari Jum’at, hanya ada 2 riwayat yang nilainya shahih.
قال ابن حجر : وما عداهما إما ضعيف الإسناد، أو موقوف أسند قائله إلى اجتهاد دون توقيف
“Imam Ibnu Hajar berkata: Adapun hadits selain keduanya, ada kalanya sanad-sanadnya dhaif atau mauquf, orang yang mengatakannya disandarkan berdasarkan ijtihad, bukan taufiq (pertolongan dari Allah SWT)” (Kitab Nurul Lum’ah).
Kedua riwayat shahih tersebut, masing-masing menyebutkan bahwa:
- Waktunya mustajabah terjadi ketika khatib duduk sampai sholat jum’at selesai (hadits riwayat Sahabat Abu Musa Al-Asy’ari)
- Sebelum matahari tenggelam (hadits riwayat Sahabat Abu Hurairah berdialog dengan Sahabat Abdullah bin Salam).
Kedua riwayat tersebut memang dianggap yang paling shahih dan paling masyhur. Tetapi, kembali lagi bahwa para ulama’ tidak dapat menentukan secara pasti dan mutlak kapan waktu mustajabah itu jatuh di hari Jum’at, wallahu a’lam bis showab.
Sumber: Pelangiblog.